Senin, 04 Mei 2020

MERAWAT KEBUDAYAAN : HIDUPKAN LAGI TARI UJUNG TARIK SIDOARJO



    Semangat merawat kebudayaan sidoarjo konsisten ditunjukkan oleh bakal calon bupati (bacabup) sidoarjo, Bambang Haryo Soekartono (BHS). Sebelumnya BHS telah menggugah semangat tarian tradisional masyarakat pesisir sidoarjo yaitu Banjarkemuning untuk dilestarikan. Saat ini dirinya mengunjungi para penari Tari Ujung didaerah Tarik Sidoarjo.
    “Tarian ini merupakan aset kebudayaan yang harus dilestarikan. Tidak boleh masyarakat sidoarjo tidak mengenal kebudayaannya, apalagi generasi muda. Kebudayaan ini juga berpeluang menarik wisatawan domestic bahkan Internasional. Saya akan mendorong agar masyarakat mengenal tarian ini, sehingga masyarakat luas bisa menikmati indahnya tarian yang dimiliki masyarakat sidoarjo,” tegas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2014-2019 ini.
    Pertunjukkan Tari Ujung ini biasanya dilakukan oleh dua orang laki-laki yang bertelanjang dada, kemudian keduanya saling mencambukkan rotan secara bergantian kearah tubuh. Tarian ini dipercaya menjadi salah satu jejak sejarah kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit juga tumbuh di salahsatu daerah sidoarjo yaitu Tarik yang dulunya disebut sebagai Alas Trik. Selain itu tarian ini dipercaya memiliki nilai magis yaitu untuk mendatangkan hujan.
         Achmad Fathoni selaku Kepala Desa Tarik juga melakukan upaya melestarikan tarian ini sebgai aset kebudayaan. Pihak desa memfasilitasi para pelaku kebudayaan ini untuk tampil diluar daerah. Bahkan setiap bulan agustus, tarian ini dipertunjukkan di Desa Tarik untuk meminta hujan.
      “Tarian ini sudah banyak ditiru meskipun dengan nama yang berbeda. Namun tetap ada perbedaan dari segi gerakan tarian. Tahun 2017 kemarin, kami tampil di Bali dan dapat penghargaan dari Gubernur Bali. Tapi kami belum bangga dan puas secara total karena kami belum bisa mengantongi hak paten atas tarian tersebut, ” Ungkap Toni salah satu penari Tari Ujung.
     Kepala Desa Tarik menjelaskan bahwa sekali permainan bisa mencapai 30 orang dengan pemusik gamelan 5 orang. Tapi memasukki panggung secara bergantian dua orang dengan dibantu pelandang (wasit) yang mengatur pertunjukkan. Tarian ini dibagi menjadi tiga sesi yaitu telak (mengelak), gantain memukul menggunakan rotan, dan pukulan bebas. Usainya semua penari kulitnya diolesi kulit pisang hijau dan ditaburi beras kuning.
       Bambang Haryo Soekartono (BHS)menegaskan tarian ini tidak boleh punah. Meskipun dirinya melihat ada personil yang sudah berusia sepuh, tetapi nilai seni dan semangatnya tetap tinggi. Tarian ini harus segera dipatenkan secepat mungkin. Sudah muncul banyak tarian-tarian sejenis dengan nama yang berbeda di daerah lain.

    Mirisnya kondisi covid-19 ini sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian mereka. Apalagi dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Sidoarjo. Para pelaku seni ini mengaku sepi pertunjukkan, bahkan tidak ada permintaan sama sekali. Hal ini kemudian disikapi oleh BHS dengan memberikan bantuan sembako kepada para pelaku seni tersebut.
   
“Besar harapan saya para pelaku seni ini memperoleh perhatian Pemerintah. Bantuan sembako ini saya berikan agar mereka bisa menyambung hidup dan menjalankan PSBB dengan tenang. Kita harus merawat kebudayaan sidoarjo, seperti beliau-beliau merawat kebudayaan Tari Ujung ini,” Tutur BHS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar